HARI sudah
gelap. Sebagian lampu-lampu di stadion telah dipadamkan. Pertandingan lari
marathon memang sudah lama berakhir. Tiga peraih medali, sudah berganti baju.
Pesta di antara mereka sudah berlangsung. Di lapangan, meski masih tersisa
beberapa pertandingan atletik, namun penonton sudah tidak sebanyak siang
sebelumnya.
Setelah
lewat satu jam setelah lomba usai, tiba-tiba penonton dikejutkan pengumuman
oleh panitia dari pengeras suara. Pertandingan ternyata belum usai. Masih ada
satu pelari lagi yang akan memasuki stadion. Gemuruh tepuk tangan pun membahana
di stadion saat seorang pelari mulai memasuki stadion. Para penonton berdiri
dan memberikan standing ovation pada pelari bernomor 36 itu.
Langkah sang
pelari tak mulus lagi. Bahkan langkahnya sempat terhenti saat memasuki pintu
stadion. Sejenak dia tampak meringis menahan sakit, tapi tekadnya sungguh
mengalahkan segalanya. Dengan kaki terbebat perban, dengan langkah yang tak
sempurna, dia menuju garis finish pada lintasan lari tersebut.
Beberapa
menit kemudian, dia pun menyempurnakan tugasnya. Dia menjadi pelari terakhir
yang sanggup menyelesaikan jarak 42 kilometer. Pelari asal Tanzania itu menjadi
pelari ke 57. Sebelas lainnya memilih menyerah dan ogah menuntaskan
pertandingan. Walau menjadi pelari paling buncit, toh sejarah mencatatnya
sebagai pelari berhati baja, kukuh bagai karang dalam mengemban sebuah tugas.
Tak aneh bila gelar ’a King without crown’ atau ’Raja Tanpa Mahkota’ disematkan
padanya.
Itulah
sekelumit peristiwa yang terjadi di Mexico City, 42 tahun silam. Saat itu,
Meksiko menjadi tuan rumah Olimpiade yang ke 19. Adalah John Stephen Akhwari,
pria kelahiran pada 1938 di Mbulu, Tanganyika, Tanzania, membuat catatan
penting yang akan dikenang sepanjang masa.
Saat bendera
dikibarkan, saat lomba baru dimulai beberapa saat, Akhwari telah terhadang
cedera. Pria berkulit legam itu terjatuh, yang menyebabkan ia terluka parah.
Akhwari mengalami lepas engsel pada sendi lututnya. Sakit? Jangan ditanya. Rasa
nyeri bersarang dilututnya. Akibat lukanya, Akhwari mengalami demam hebat.
Pihak panitia pun menyarankan agar ia mengundurkan diri dari lomba. Tapi
Akhwari malah memutuskan untuk terus berlari dan melanjutkan perlombaan. Sambil
mengatasi rasa nyerinya, Akhwari terus berlari hingga mencapai finish.
Setelah
usai, Akhwari ditanya oleh wartawan mengapa ia terus berlari. Akhwari menjawab
sederhana, “Negaraku tidak mengirim aku sejauh 5000 mil ke Mexico City untuk
memulai perlombaan. Mereka mengirim aku untuk menyelesaikannya.”
Akhwari tak
ingin mengecewakan negara dan seluruh rakyat Tanzania. Karena Akhwari berangkat
mengikuti Olimpiade tersebut menggunakan uang yang berasal dari rakyat
Tanzania. Negaranya tidak mengirimkannya untuk hanya memulai lomba, tapi juga
untuk mengakhirinya. Ribuan dollar uang rakyat harus disisihkan untuk
memberangkatkan seorang atlet ke Olimpiade. Tak pelak, Akhwari memberikan
inspirasi bagi banyak orang. Bukan karena ia meraih emas. Tapi karena
dedikasinya menyelesaikan lomba walau dalam keadaan luka parah.
Dedikasi
Akhwari, membuat namanya digunakan oleh ’John Stephen Akhwari Athletic
Foundation’, sebuah organisasi yang mendukung pelatihan atlet Tanzania untuk
Olimpiade. Akhwari juga diundang untuk Olimpiade tahun 2000 di Sydney,
Australia. Dan kemudian juga muncul di Beijing sebagai duta dalam persiapan
untuk Summer Olympics 2008.
Kisah
Akhwari tak bisa dilakukan banyak orang. Bisa jadi hanya dialah sendiri yang
mampu melakukannya. Namun bagi kita, perjuangan Akhwari tetap menjadi istimewa.
Dia tidak hanya menanamkan mimpi di kepalanya untuk menjadi terbaik, tapi juga
mencapainya dengan semaksimal mungkin.
Hambatan
yang ada hanyalah riak kecil yang harus dihadapi dan ditaklukkan. Sejatinya
hambatan yang ada di depan mata bukanlah rintangan, melainkan tantangan. Bagaimana
kita bisa menaklukkannya adalah tergantung pada niat dan keinginan yang kita
miliki. Akhwari dengan tekad yang kuat, dan keteguhannya mengemban amanat
adalah sebuah dorongan yang teramat dahsyat untuk menaklukkan semua masalah.
Teruslah
berlari menggapai mimpi-mimpimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar